Rabu, 27 Februari 2013

Pencemaran Limbah

Pencemaran Limbah Industri Makin Mengkhawatirkan



    

Pencemaran limbah cair industri di Desa Sukamaju, Kec. Majalaya, Kab. Bandung sudah semakin mengkhawatirkan sehingga bisa merusak ekosistem dan lingkungan. Masalah ini diduga akibat pembiaran karena adanya permainan antara aparat dan pengusaha.
"Kalau pembuangan limbahnya sesekali, itu masih dianggap wajar. Tapi, ini sering terjadi, bahkan sejumlah pengusaha terang-terangan membuang limbah cair ke sungai yang diduga belum diproses terlebih dulu," kata Sekdes Sukamaju, Tata Suherlan kepada "GM" di Majalaya,
   Menurutnya, pemerintah desa pun memiliki kewajiban untuk melindungi masyarakat dari pencemaran limbah cair. Tetapi, katanya, pencemaran limbah cair di Desa Sukamaju sebenarnya sudah berlangsung sejak 1992 lalu. "Di Desa Sukamaju ada 6 perusahan pembuang limbah cair. Namun, satu perusahaan yang berdomisili di Desa Padamulya, ikut membuang limbahnya ke Desa Sukamaju," katanya.

Ia mengatakan, sebagian perusahaan sudah memberikan kompensasi kepada masyarakat, baik berupa air bersih maupun listrik. "Tapi, kompensasi kepada masyarakat itu sifat dan besarannya relatif," ujarnya.

Dikatakan Tata, yang paling merasakan dampak pencemaran limbah cair tersebut adalah warga RW 12 Kp. Patrol. "Masyarakat di RW 12 itu sangat merasakan bau menyengat dari limbah cair. Bahkan, limbah cair bekas pencelupan kain itu sengaja dibuang masih dalam keadaan panas," katanya.

Masih kata Tata, beberapa waktu lalu warga RW 09 Kp. Ciwalengke sempat ada yang protes karena terhjadi resapan air limbah dari Sungai Sasak Bejol (tempat pembuangan limbah cair) ke sumur warga. "Kami sudah mengingatkan kepada aparat RT dan RW-nya supaya tidak mudah menerima uang. Aparat setempat harus bisa memfasilitasi apa yang menjadi keluhan dan keinginan masyarakat," sarannya.

Pencemaran Udara

Pencemaran Udara di Indonesia




fasga

    Pertama, dalam skala global, Jakarta adalah kota dengan tingkat polusiterburuk nomor 3 di dunia(setelah kota di Meksiko dan Thailand). Kedua, masih dalam skala global, kadar partikel debu (particulate matter) yang terkandung dalam udara Jakarta adalah yangtertinggi nomor 9 (yaitu 104 mikrogram per meter kubik) dari 111 kota dunia yang disurvei oleh Bank Dunia pada tahun 2004. Sebagai perbandingan,Uni Eropa menetapkan angka 50 mikrogram per meter kubik sebagai ambang batas tertinggi kadar partikel debu dalam udara. Ketiga, jumlah hari dengan kualitas tidak sehat di Jakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun.Pada tahun 2002, Jakarta dinyatakan sehat selama 22 hari, sedangkan pada tahun 2003, Jakarta dinyatakan sehat hanya selama 7 hari. Lebih lanjut,berdasarkan penelitian Kelompok Kerja Udara Kaukus Lingkungan Hidup, pada tahun 2004 dan 2005, jumlah hari dengan kualitas udara terburuk di Jakarta jauh di bawah 50 hari. Namun pada tahun 2006, jumlahnya justru naik di atas 51 hari. Dengan kondisi seperti itu,tidak berlebihan jika Jakarta dijuluki “kota polusi” karena begitu keluar dari rumah, penduduk Jakarta akan langsung berhadapan dengan polusi.
Penyebab paling signifikan dari polusi udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor yang menyumbang andil sebesar 70 persen. Hal ini berkorelasi langsung dengan perbandingan antara jumlah kendaraan bermotor, jumlah penduduk dan luas wilayah DKI Jakarta. Berdasarkandata Komisi Kepolisian Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di DKI Jakarta (tidak termasuk kendaraan milik TNI dan Polri) pada bulan Juni 2009 adalah 9.993.867 kendaraan, sedangkan jumlah penduduk DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 adalah 8.513.385 jiwa.Perbandingan data tersebut menunjukkan bahwakendaraan bermotor di DKI Jakarta lebih banyak daripada penduduknyaPertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta juga sangat tinggi, yaitu mencapai 10,9 persen per tahun. Angka-angka tersebut menjadi sangat signifikan karena ketersediaan prasarana jalan di DKI Jakarta ternyata belum memenuhi ketentuan ideal.Panjang jalan di DKI Jakarta hanya sekitar 7.650 kilometer dengan luas 40,1 kilometer persegiatau hanya6,26 persen dari luas wilayahnya. Padahal,perbandingan ideal antara prasarana jalan dan luas wilayah adalah 14 persen. Dengan kondisi yang tidak ideal tersebut, dapat dengan mudah dipahami apabilakemacetan makin sulit diatasi dan pencemaran udara semakin meningkat.
Penyebab lain dari meningkatnya laju polusi di Jakarta adalah kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) kota.RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. RTH kota memiliki banyak fungsi, di antaranya adalah sebagaibagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Kurangnya RTH kota akan mengakibatkan kurangnya kemampuan ekosistem kota untuk menyerap polusi.
Berdasarkan perhitungan para ahli,luas RTH kota idealnya adalah minimal 30 persen dari luas seluruh wilayah kota. Perhitungan ini telah diadopsi dalam Pasal 29UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sayangnya, dengan segala permasalahannya, Jakarta tampaknya belum dapat memenuhi luas ideal RTH kota dalam waktu dekat. Hingga tahun 2009,RTH Jakarta hanya 9 persen, sedangkanrencana RTH Jakarta pada tahun 2000-2010 hanya ditetapkan sebesar 13,94 persen. Ketidakmampuan Jakarta untuk memenuhi luas ideal RTH kota tentu akan berimbas pada memburuknya kadar polusi.
fvv
Selain masalah kesehatan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat, polusi buruk juga memengaruhi estetika kota. Tentu tidak nyaman melihat suasana kota yang udaranya hampir terus-menerus dicemari kabut asap polusi dari kendaraan bermotor dan industri.
Untuk menghilangkan citra negatif Jakarta sebagai kota polusi, sudah semestinya apabila masyarakat dan Pemerintah DKI Jakarta perlu menetapkan dan melaksanakan langkah-langkah perbaikan yang tepat. Langkah-langkah yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat perlu diidentifikasi dan kemudian dihindari untuk mencegah resistansi (perlawanan) dari masyarakat agar upaya perbaikan yang ditempuh tidak menjadi kontraproduktif. Sebagai contoh,rencana pembatasan jumlah kendaraan bermotor untuk membantu mengurangi polusi dan kemacetan menuai protes dari para pelaku industri otomotif karena pembatasan tersebut dapat mengurangi produktivitas mereka dan berimbas pada kehidupan dan pekerjaan para tenaga kerja sektor otomotif. Sebagai alternatif solusi, Pemerintah perlu memperbaiki sektor transportasi dan fasilitas angkutan umum sehingga para pengguna kendaraan pribadi tidak akan segan-segan untuk beralih ke kendaraan umum.Dalam beberapa kasus (seperti pengoperasianbusway), cara ini sudah menampakkan hasil yang lumayan. Pemerintah perlu menyadari bahwamembludaknya penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta disebabkan terutama oleh buruknya fasilitas angkutan umum yang mengakibatkan penumpang merasa tidak aman dan nyaman menggunakannya.
Pelaksanaan dan penegakan hukum memegang peran yang sangat krusial dalam mencegah laju polusi, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di seluruh Indonesia. Fakta membuktikan bahwa ketidaktegasan dalam pelaksanaan hukum menyumbang andil signifikan dalam peningkatan polusi di Indonesia. Sebagai contoh, UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah memberlakukan kewajiban uji emisi kendaraan bermotor. Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) UU tersebut menyatakan, “Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan bermotor wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan yang diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya.”
Orang yang melanggar ketentuan tersebut akan terkena sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU tersebut: “Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).” Dalam kenyataan, kita bisa melihat sendiri dengan sejelas-jelasnya banyak kendaraan bermotor di negara kita yang bebas berlalu lalang di jalan umum dengan mengeluarkan asap hitam pekat dan suara yang memekakkan telinga. Itulah salah satu contoh pahit penegakan hukum di Indonesia.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penanganan polusi membutuhkan keterlibatan seluruh masyarakat. Pelaksanaan kebijakan apapun tentu tidak akan mendatangkan hasil maksimal apabila hanya mengandalkan peran Pemerintah. Sebagai contoh, aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk mencegah polusi tidak akan banyak berarti tanpa kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dan sinergi antara Pemerintah dan masyarakat dalam perbaikan lingkungan juga perlu digalakkan. Pada dasarnya, banyak warga Jakarta yang telah memahami persoalan kota mereka dan telah berinisiatif untuk ikut memperbaikinya. Gerakanbike to work (bersepeda ke tempat kerja) adalah salah satu contoh bentuk kepedulian warga Jakarta untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor. Kepedulian dan partisipasi warga perlu terus dijaga sebagai aset penting dalam pemeliharaan kesehatan lingkungan.

Pencemaran Air


Pencemaran Air di Indonesia




Latar Belakang
           Tingkat pencemaran air sungai di berbagai daerah di Indonesia sangat tinggi. Sepanjang tahun 2010 terjadi 79 kasus pencemaran lingkungan yang mencemari 65 sungai di Indonesia. Asian Development Bank (2008) pernah menyebutkan pencemaran air di Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun, termasuk kerugian di bidang pariwisata.
           Salah satu sumber pencemar terbesar sungai-sungai di Indonesia adalah limbah rumah tangga (blackwater dan greywater), Greywater (limbah rumah tangga ringan) berasal dari air bekas cucian peralatan rumah tangga, seperti peralatan makan, pakaian, dll. Sedikitnya 1,3 juta meter kubik limbah cair rumah tangga dari 22 juta penduduk Jabodetabek dialirkan ke sungai, belum termasuk penduduk di daerah perkotaan lain (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jakarta, 2010).





 Limbah


          Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga).
          Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta menggangu lingkungan hidup.
          Meskipun merupakan air sisa namun volumenya besar karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan laut dan akan digunakan oleh manusia lagi.
Permasalahan Utama Pencemaran
Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS)
Kesadaran masyarakat akan kebutuhan pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga
Banyaknya pembuangan tinja ke sungai oleh masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai
Pengetahuan masyarakat kurang terhadap tangki septic standar yang sesuai
Penegakan peraturan serta sangsi yang belum maksimal dalam pelaksanaan tentang IMB Lemahnya hukum dan perundangan-undangan
Rendahnya  informasi  mengenai teknologi IPAL, dan

Rendahnya  upaya pemerintah berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan serta penegakan hukum dalam penerapan peraturan pengelolaan air limbah.
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk, misalnya ekskreta (tinja dan air seni),
air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
Air buangan industri yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya antara lain nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut, dan sebagainya.
Air buangan kotapraja (municipal wastes water) yaitu air buangan yang berasal dari daerah perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah, dan sebagainya.
Karakteristik Air Limbah
1. Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya.
2. Karakteristik kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainnya. Oleh sebab itu pada umumnya bersifat basa pada waktu masih baru dan cenderung ke asam apabila sudah mulai membusuk.
Substansi organik dalam air buangan terdiri dari 2 gabungan, yakni: gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya urea, protein, amine dan asam amino. gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya lemak, sabun dan karbohidrat, termasuk selulosa.
3. Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah tergantung darimana sumbernya namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan.
Dampak Air Limbah
Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama kolera, typhus abdominalis, disentri basiler.
Menjadi media berkembang-biak mikroorganisme patogen.
Menjadi tempat-tempat berkembangbiak nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk.
Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.
Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah dan lingkungan hidup lainnya.
Mengurangi produktivitas manusia karena orang bekerja dengan tindak nyaman dan sebagainya.
Pencegahan Dampak Air Limbah
Tidak mengkontaminasi sumber air minum.
Tidak mengakibatkan pencemaran permukaan tanah.
Tidak menyebabkan pencemaran air untuk mandi, perikanan, air sungai, atau tempat-tempat rekreasi.
Tidak dapat dihinggapi serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.
Tidak terbuka kena udara luar (jika tidak diolah) serta tidak dapat dicapai oleh anak-anak.
Baunya tidak mengganggu.
Perlunya Baku Mutu Lingkungan
Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.



METODE PENGOLAHAN LIMBAH PALING EFEKTIF
Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode Biologi. Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan dengan metode Kimia dan Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Metode pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.
Dewasa ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri seperti industri pangan, pulp, kertas, tekstil, bahan kimia dan obat-obatan.
Pelaksanaan metode lumpur aktif banyak mengalami kendala, di antaranya, Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, mengingat proses lumpur aktif berlangsung dalam waktu yang lama, bisa berhari-hari,
Timbulnya limbah baru, di mana terjadi kelebihan endapan lumpur dari pertumbuhan mikroorganisme yang kemudian menjadi limbah baru yang memerlukan proses lanjutan. Areal instalasi yang luas berarti dana investasi cukup besar, akibatnya pemanfaatan teknologi lumpur aktif menjadi tidak efisien di Indonesia, ditambah lagi dengan proses operasional yang rumit mengingat proses lumpur aktif memerlukan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi suhu dan bulking control proses endapan.
Limbah baru merupakan masalah utama dari penerapan metode lumpur aktif ini. Limbah yang berasal dari kelebihan endapan lumpur hasil proses lumpur aktif memerlukan penanganan khusus. Limbah ini selain mengandung berbagai jenis mikroorganisme juga mengandung berbagai jenis senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Pengolahan limbah endapan lumpur ini sendiri memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Sedikitnya 50 persen dari biaya pengolahan air limbah dapat tersedot untuk mengatasi limbah endapan lumpur yang terjadi. Akibatnya, kebanyakan di Indonesia limbah endapan lumpur ini biasanya langsung dibuang ke sungai atau ditimbun di TPA (tempat pembuangan akhir) bersama dengan sampah lainnya. Daur ulang limbah
Pada tahun 1994 dalam sebuah jurnal international water science technology, Hidenari yasui dari Kurita Co, Jepang, memperkenalkan sebuah proses inovasi pengolahan air limbah dengan mereduksi jumlah endapan lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan lumpur aktif. Proses inovasi tersebut kemudian dikenal dengan proses pengolahan air limbah emisi zero (zero emission). Hidenari yasui berhasil mereduksi hampir 100 persen dari limbah endapan lumpur dengan menerapkan teknologi ozon pada proses pengolahan air limbah lumpur aktif.
Pada sistem ini sebagian endapan lumpur diambil untuk melalui proses ozonisasi dalam chamber ozon proses. Selanjutnya endapan lumpur tadi dikembalikan pada chamber lumpur aktif. Melalui proses ozonisasi endapan lumpur tadi menjadi material yang mudah untuk diuraikan dan direduksi oleh mikroorganisme. Dalam chamber lumpur aktif bersamaan dengan proses penguraian air limbah material oleh mikroorganisme, terjadi pula proses penguraian endapan lumpur hasil proses tersebut, sehingga tercipta sistem praktis pengolahan air limbah.